Minggu, 24 April 2011

Senin, 28 Februari 2011

KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT JURUSAN GIZI POLTEKKES KEMENKES PADANG

A N N O U N C E M E N T ::::?
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Membutuhkan 10 org Ahli GIZI ke daerah mentawai..Syarat punya Ijzah DIII Gizi...brsedia kontrak di Mentawai selama 2 bulan...selruah ktentuan bagi yg brminat silahkan MNDAFTAR KE Kantor penanggulangan Bencana Daerah di skitar kantor Gubernur Sumatera Barat

Sabtu, 07 Februari 2009

Pe"nyusu"an

Gerakan nasional peningkatan penggunaan air susu ibu (ASI) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak. Upaya yang penting ini, keberhasilannya perlu didukung dan dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakat. Para ibu, sebagai pelopor peningkatan kualitas sumber daya Indonesia, patut menyadari dan meningkatkan pengetahuannya untuk menunjang gerakan ini.
Pada dasarnya, segera setelah melahirkan, secara naluri setiap ibu mampu menjalankan tugas untuk menyusui bayinya. Namun, untuk mempraktekkan bagaimana menyusui yang baik dan benar, setiap ibu perlu mempelajarinya. Bukan saja ibu-ibu yang baru pertama kali hamil dan melahirkan, tetapi juga ibu-ibu yang baru melahirkan anak yang kedua dan seterusnya. Mengapa ? Karena setiap bayi lahir merupakan individu tersendiri, yang mempunyai variasi dan spesifikasi sendiri. Dengan demikian ibu perlu belajar berinteraksi dengan bayi yang baru lahir ini, agar dapat berhasil dalam menyusui.
Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi sejak dini dan dukungan serta bimbingan yang optimal dari keluarga, lingkungan dan tenaga kesehatan yang merawat ibu selama hamil, bersalin dan masa nifas.
Dengan mengikuti dan mempelajari segala pengetahuan mengenai laktasi, diharapkan setiap ibu hamil, bersalin dan menyusui dapat memberikan ASI secara optimal, sehingga bayi dapat tumbuh kembang normal sebagai calon sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

1. Perawatan Payudara

Demi keberhasilan menyusui, payudara memerlukan perawatan sejak dini secara teratur. Perawatan selama kehamilan bertujuan agar selama masa menyusui kelak produksi ASI cukup, tidak terjadi kelainan pada payudara dan agar bentuk payudara tetap baik setelah menyusui.
Pada umumnya, wanita dalam kehamilan 6 - 8 minggu akan mengalami pembesaran payudara. Payudara akan terasa lebih padat, kencang, sakit dan tampak jelas di permukaan kulit adanya gambaran pembuluh darah yang bertambah serta melebar. Kelenjar Montgomery pada daerah areola tampak lebih nyata dan menonjol.
Guna menunjang perkembangan payudara dalam kehamilan ini, sejak usia kehamilan 2 bulan, sebaiknya wanita hamil mulai mengganti pakaian dalam (BH / bra) nya dengan ukuran yang lebih sesuai, dan dapat menopang perkembangan payudaranya. Biasanya diperlukan BH ukuran 2 nomor lebih besar dari ukuran yang biasa dipakai.
Di samping pemakaian BH yang sesuai, untuk menunjang produksi ASI dan membantu mempertahankan bentuk payudara setelah selesai masa menyusui, perlu dilakukan latihan gerakan otot-otot badan yang berfungsi menopang payudara. Misalnya gerakan untuk memperkuat otot pektoralis : kedua lengan disilangkan di depan dada, saling memegang siku lengan lainnya, kemudian lakukan tarikan sehingga terasa tegangan otot-otot di dasar payudara (Stoppard’s).
Kebersihan / hygiene payudara juga harus diperhatikan, khususnya daerah papila dan areola. Pada saat mandi, sebaiknya papila dan areola tidak disabuni, untuk menghindari keadaan kering dan kaku akibat hilangnya lendir pelumas yang dihasilkan kelenjar Montgomery. Areola dan papila yang kering akan memudahkan terjadinya lecet dan infeksi.
Selama kehamilan, papila harus disiapkan agar menjadi lentur, kuat dan tidak ada sumbatan. Persiapan dilakukan setiap hari sebanyak 2 kali sehari setelah usia kehamilan 7 bulan. Caranya dengan kompres masing-masing putting susu selama 2-3 menit dengan kapas yang dibasahi minyak, kemudian tarik dan putar putting ke arah luar 20 kali, ke arah dalam 20 kali. Pijat daerah areola untuk membuka saluran susu. Bila keluar cairan, oleskan ke papila dan sekitarnya. Kemudian payudara dibersihkan dengan handuk yang lembut.
Putting susu yang terbenam atau datar perlu dikoreksi agar dapat menonjol keluar sehingga siap untuk disusukan kepada bayi. Masalah ini dapat diatasi dengan bantuan pompa putting (”nipple puller”) pada minggu terakhir kehamilan.

2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan menyusui

Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ibu hamil sehat dan mampu menyusui bayinya adalah :
1. Nutrisi / gizi ibu hamil.
Dari diet sehari-hari, zat gizi yang masuk ke dalam tubuh serta cadangan yang ada pada wanita hamil dan menyusui akan digunakan untuk aktifitas dan metabolisme ibu, untuk memproses pembentukan ASI dan nilai kalori serta zat gizi ASI itu sendiri. Berdasarkan angka kecukupan gizi, kebutuhan tambahan kalori wanita hamil kurang lebih 285 kkal per hari. Penambahan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan wanita yang tidak hamil / menyusui, yaitu wanita dengan aktifitas ringan 1900 kkal / hari, kerja sedang 2100 kkal / hari, dan kerja berat 2400 kkal / hari. Adapun kecukupan yang seimbang kira-kira 40 kkal / kgBB, dengan komposisi protein 20 -25%, lemak 10-25% dan karbohidrat 50-60%. Jumlah cairan yang perlu diminum oleh wanita hamil tidak banyak berbeda dari wanita tidak hhamil, sekitar 2 liter per hari.
2. Istirahat
Wanita hamil sebaiknya tidur minimal 8 jam sehari. Kegiatan dan gerakannya sehari-hari harus memperhatikan perubahan fisik dan mental yang terjadi pada dirinya. Di antara waktu kegiatannya tersebut diperlukan waktu untuk istirahat (santai) guna melemaskan otot-otot. Bagi wanita yang bekerja, hendaknya dapat diatur agar cuti hamil dan bersalinnya diambil sebanyak mungkin setelah ia bersalin sehingga ia dapat menyusui bayinya selama mungkin sebelum bekerja.
3. Tidak merokok, minum alkohol, kopi, soda
Termasuk menjauhi asap rokok dari orang lain. Minuman kopi dan minuman soda dapat mengurangi kemampuan usus untuk menyerap kalsium dan zat besi.
4. Obat-obatan
Pemakaian obat-obatan selama hamil hanya atas petunjuk bidan atau dokter, terutama menjelang persalinan perlu diperhatikan, agar tidak berpengaruh terhadap laktasi.
5. Keluhan lain
Adanya keluhan lain, misalnya sakit gigi / mulut, infeksi lainnya, perlu diperhatikan, karena dapat menjalar ke bagian tubuh lainnya dan mengganggu kehamilan.
6. Kebersihan diri dan pakaian yang nyaman
Perlu mendapat perhatian untuk menjaga kesehatan. Pilihlah pakaian yang longgar, ringan, mudah dipakai dan menyerap keringat.
7. Mengenal petugas kesehatan yang menolong
Sebaiknya selama 3 bulan terakhir kehamilan, seorang ibu telah menentukan seorang dokter yang akan mengawasi persalinan dan pertolongan anaknya kelak. Kerjasama antara tenaga penolong persalinan dan dokter anak juga harus dibina.

3. Praktek menyusui

Proses laktasi terdiri dari 2 tahap. Pertama adalah dimulainya pembentukan air susu pada masa kehamilan, dan kedua adalah periode menyusui sesudah bayi lahir, yaitu saat air susu dibentuk dan dikeluarkan. Masa ini kita sebut sebagai masa menyusui yang lamanya sangat tergantung pada motivasi dan “kemampuan” seorang ibu untuk menerapkan manajemen laktasi.
Setiap bayi, sejak dilahirkan seyogyanya mendapat ASI saja (termasuk kolostrum) dalam 4-6 bulan pertama kehidupannya. Diawali dengan kontak dini segera setelah dilahirkan, isapan bayi pada putting susu ibu untuk pertama kalinya ini akan merangsang keluarnya hormon-hormon yang menunjang keberhasilannya menyusui. Kemudian, bayi dalam kondisi baik seyogyanya dirawat bersama dalam satu ruangan dengan bayinya (rawat gabung). Pelaksanaan ini penting untuk menjamin terpenuhinya segala kebutuhan bayi, baik fisik maupun psikik setiap saat dari ibunya. Selama ASI belum keluar pada 2-3 hari setelah ibu melahirkan, bayi yang sehat TIDAK perlu diberi makanan / cairan lain. Ia hanya perlu mengisap kolostrum yang keluar dari putting ibunya saja. Setelah mencapai usia 4-6 bulan, secara bertahap dapat diberikan makanan pendamping ASI. ASI dapat terus diberikan sampai anak berusaia 2 tahun.
Dalam masa menyusui terjadi beberapa refleks yang penting pengaruhnya terhadap kelancaran laktasi, yaitu refleks yang terjadi pada ibu dan pada bayi.

Refleks yang terjadi pada ibu di antaranya :
1. Refleks prolaktin
Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf sensoris yang terdapat pada putting susu terangsang. Rangsangan ini akan dikirim ke otak (hipotalamus) yang akan memacu keluarnya hormon prolaktin yang kemudian akan merangsang sel-sel kelenjar payudara untuk memproduksi ASI. Jadi makin sering bayi mengisap, makin banyak prolaktin yang dilepas dan makin banyak ASI yang diproduksi. Oleh karena itu, menyusukan dengan sering adalah cara terbaik untuk mendapatkan ASI dalam jumlah banyak.
2. Refleks aliran / refleks oksitosin (”let down reflex”)
Rangsangan yang ditimbulkan oleh isapan bayi waktu menyusu diantar pula ke bagian lain dari otak yang akan melepaskan hormon oksitosin. Oksitosinn akan memacu sel-sel otot yang mengelilingi jaringan kelenjar dan salurannya untuk berkontraksi, sehingga memeras air susu keluar hingga mencapai sinus laktiferus di balik areola, untuk kemudian menuju putting susu. Dengan demikian terjadi “areolar engorgement” (pembengkakan). Kadang-kadang tekanan karena kontraksi otot itu begitu kuat sehingga air susu keluar dari putting menyembur dan dapat membuat bayi tersedak.
Keluarnya air susu karena kontraksi otot tersebut disebut “let down reflex”. Melalui refleks inilah terjadi pula kontraksi rahim yang membantu lepasnya plasenta (ari-ari) dan mengurangi perdarahan. Oleh karena itu setelah bayi dilahirkan, kalau keadaan memungkinkan sebaiknya bayi segera disusukan ibunya (kontak dini).
Terjadinya refleks aliran dipengaruhi oleh jiwa ibu. Rasa kuatir atau kesusahan akan menghambat refleks tersebut. Sebaliknya, tidak jarang, refleks ini terjadi pula bila sang ibu mendengar bayinya menangis, melihat foto bayinya atau sedang teringat pada bayinya saat berada jauh dari bayinya itu.

Refleks yang terjadi pada bayi di antaranya :
1. “Rooting reflex”
Bila bayi baru lahir disentuh pipinya, dia akan menoleh ke arah sentuhan. Bila bibirnya dirangsang atau disentuh, dia akan membuka mulut dan berusaha mencari putting untuk menyusu. Keadaan ini dikenal dengan sebutan “rooting reflex”.
2. “Sucking reflex” (refleks menghisap)
Refleks ini terjadi bila ada sesuatu yang merangsang langit-langit dalam mulut bayi. Jika putting susu ibu menyentuh langit-langit belakang mulut bayi, terjadi refleks menghisap dan terjadi tekanan terhadap daerah areola oleh gusi, lidah bayi serta langit-langit, sehingga isi sinus laktiferus diperas keluar ke dalam rongga mulut bayi.
3. Refleks menelan
Bila ada cairan di dalam rongga mulut, terjadi refleks menelan.

Dengan memperhatikan adanya refleks-refleks tersebut, langkah-langkah menyusui yang baik dan benar adalah meliputi hal-hal berikut :
- persiapan mental dan fisik ibu setiap akan menyusui. Ibu harus dalam keadaan tenang. Bila perlu minum segelas air sebelum menyusui. Hindari menyusui pada keadaan lapar dan haus.
- sediakan tempat dengan peralatan yang diperlukan, seperti kursi dengan sandaran punggung dan sandaran tangan, bantal untuk menopang tangan yang menggendong bayi.
- sebelum menggendong bayi untuk menyusui, tangan harus dicuci bersih. Sebelum menyusui, tekan daerah areola di antara telunjuk dan ibu jari sehingga keluar 2-3 tetes ASI, kemudian oleskan ke seluruh putting dan areola. Cara menyusui yang terbaik adalah bila ibu melepaskan BH dari kedua payudaranya.
- susukan bayi sesuai dengan kebutuhannya (”on demand”), jangan dijadwalkan. Biasanya kebutuhan terpenuhi dengan menyusui tiap 2-3 jam sekali. Setiap kali menyusui, lakukanlah pada kedua payudara kiri dan kanan secara bergantian, masing-masing sekitar 10 menit. Mulailah selalu dengan payudara sisi terakhir yang disusui sebelumnya. Periksa ASI sampai payudara terasa kosong.
- setelah selesai menyusui, oleskan ASI lagi seperti awal menyusui tadi. Biarkan kering oleh udara sebelum kembali memakai BH. Langkah ini berguna untuk mencegah lecet.
- membuat bayi bersendawa setelah menyusui harus selalu dilakukan, untuk mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak kembung dan muntah.
Bila terjadi keadaan lecet pada putting dan atau sekitarnya, sebaiknya ibu tetap menyusui dengan mendahului pada putting yang tidak lecet. Sebelum diisap, putting yang lecet dapat diolesi es untuk mengurangi rasa sakit. Yang lebih penting dalam kejadian ini adalah mencari penyebab lecet tersebut yang tentunya harus dihindari.
Keadaan engorgement (payudara bengkak) sering terjadi pada payudara yang elastisitasnya kurang. Untuk mengatasinya, kompres payudara dengan handuk hangat kira-kira 4-5 menit, kemudian dilakukan masase dari tepi ke arah putting hingga ASI keluar. Setelah itu baru bayi disusukan. Jangan berhenti menyusui dalam keadaan ini.

Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan selama menyusui :
1. Nutrisi
Meskipun umumnya keadaan gizi pada ibu hanya akan mempengaruhi kuantitas dan bukan kualitas ASI-nya, ibu menyusui selayaknya tidak membatasi konsumsi makanannya. Penurunan berat badan sesudah melahirkan sebaiknya tidak melebihi 0.5 kg/minggu. Pada 6 bulan pertama masa menyusui, yaitu saat bayi hanya mendapatkan ASI saja (”exclusive breastfeeding period”), ibu membutuhkan tambahan kalori sebanyak 700 kkal/hari, pada 6 bulan selanjutnya kira-kira 500 kkal/hari dan pada tahun kedua 400 kkal/hari.
Jumlah cairan yang dibutuhkan ibu menyusui tentu lebih banyak dari biasanya. Oleh karena itu ibu menyusui dianjurkan minum 8-12 gelas per hari.
2. Istirahat
Bila laktasi tidak berlangsung baik, biasanya penyebab utamanya adalah kelelahan pada ibu. Oleh karena itu, istirahat dan tidur yang cukup merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi.
3. Obat-obatan
Pemakaian obat-obatan dalam masa menyusui perlu mendapat perhatian, apakah mempunyai efek positif atau negatif terhadap laktasi. Sebagai contoh, beberapa obat yang dapat mengurangi produksi ASI yaitu pil KB yang mengandung hormon estrogen. Kebanyakan obat juga dikeluarkan melalui ASI, tetapi yang dikonsumsi bayi hanya 0.001 - 0.5% daripada dosis obat yang dapat diberikan kepada bayi.
4. Posisi ibu-bayi yang benar saat menyusui
Dapat dicapai bila bayi tampak menyusui dengan tenang, bayi menempel betul pada ibu, mulut dan dagu bayi menempel betul pada payudara, mulut bayi membuka lebar, sebagian besar areola tertutup mulut bayi, bayi mengisap ASI pelan-pelan dengan kuat, putting susu ibu tidak terasa sakit dan putting terhadap lengan bayi berada pada satu garis lurus.
5. Penilaian kecukupan ASI pada bayi
Bayi usia 0-4 bulan atau 6 bulan dapat dinilai cukup pemberian ASI nya bila tercapai keadaan sebagai berikut : 1) berat badan lahir telah pulih kembali setelah bayi berusia 2 minggu, 2) kenaikan berat badan dan tinggi badan sesuai dengan kurva pertumbuhan normal, 3) bayi banyak ngompol, sampai 6 kali atau lebih dalam sehari, 4) tiap menyusui, bayi menyusu dengan kuat (”rakus”) tetapi kemudian melemah dan bayi tertidur, 5) payudara ibu terasa lunak setelah disusukan dibandingkan sebelum disusukan.
6. Di luar waktu menyusui
Jangan membiasakan bayi menggunakan dot atau kempeng. Berikan ASI dengan sendok bila ibu tidak dapat menyusui bayinya.
7. Ibu bekerja
Selama cuti hendaknya ibu menyusui bayinya terus. Jangan juga membiasakan bayi menyusu dengan botol bila masa cuti telah habis dan ibu harus kembali bekerja.
8. Pemberian makanan pendamping ASI
Makanan pendamping ASI hendaknya diberikan mulai usia bayi 4-6 bulan. Bila ibu bekerja, sebaiknya makanan pendamping ASI diberikan pada jam kerja, sehingga ASI dapat tetap diberikan bila ibu berada di rumah.
9. Penyapihan
Menghentikan pemberian ASI harus dilakukan secara bertahap dengan jalan meningkatkan frekuensi pemberian makanan anak dan menurunkan frekuensi pemberian ASI secara bertahap dalam kurun waktu 2-3 bulan.
10. Klinik laktasi
Pusat pelayanan kesehatan ibu dan anak harus memiliki pelayanan yang dapat meyakinkan setiap ibu dalam masa menyusui bahwa ia selalu dapat berkonsultasi untuk setiap masalah laktasi yang dialaminya. Untuk itu perlu diadakan klinik laktasi atau tenaga terlatih untuk membantunya pada sarana pelayanan kesehatan yang terdekat.
11. Kelompok pendukung ASI
Perlu dibina adanya kelompok pendukung ASI di lingkungan masyarakat, yang dapat merupakan sarana untuk mendukung ibu-ibu di lingkungan tersebut agar berhasil menyusui bayinya, dibantu oleh tenaga kesehatan yang ada di lingkungan tersebut. Melalu kelompok ini, ibu-ibu menyusui dapat mengadakan diskusi dan mendapat bantuan bila mengalami masalah dalam menyusui bayinya.

4. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap ibu dapat mempraktekkan cara menyusui yang baik dan benar bila dibantu mempersiapkan diri sejak dini. Selama masa menyusui, keberhasilan menyusui sangat tergantung oleh keadaan fisik dan mental sang ibu yang ditunjang oleh keadaan nutrisi, istirahat yang cukup serta beberapa faktor lainnya, termasuk dukungan dari suami, keluarga dan lingkungannya.

Bahan Bacaan :

MASALAH-MASALAH DALAM MENYUSUI
Modul Manajemen Laktasi

Masalah yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal), masa pascapersalinan dini (masa nifas / laktasi), dan masa pascapersalinan lanjut. Masalah menyusui dapat timbul pula karena keadaan-keadaan khusus. Dalam tulisan ini akan diuraikan masalah menyusui yang dibagi menurut kelompok tersebut.

1. Masalah menyusui pada masa antenatal

Putting susu datar atau terbenam
Untuk mengetahui apakah putting susu datar, cubitlah areola di sisi putting susu dengan ibu jari dan jari telunjuk. Putting susu yang normal akan menonjol, namun putting susu yang datar tidak menonjol.
Tidak selalu ibu dengan putting susu datar mengalami kesulitan besar waktu menyusui. Dengan pengalaman, banyak ibu yang tetap bisa memberikan ASI kepada bayinya. Bila dijumpai putting susu datar, dilakukan :
- usahakan putting menonjol keluar dengan cara menarik dengan tangan (gerakan Hoffman), atau dengan menggunakan pompa putting susu.
- jika tetap tidak bisa, usahakan agar tetap disusui dengan sedikit penekanan pada bagian areola dengan jari sehingga membentuk “dot” ketika memasukkan putting susu ke dalam mulut bayi. Bila terlalu penuh, ASI dapat diperas dahulu dan diberikan dengan sendok atau cangkir. Dengan demikian, diharapkan putting susu akan sedikit demi sedikit keluar dan lentur.
Bila terjadi putting susu terbenam, putting akan tampak masuk ke dalam areola sebagian atau seluruhnya. Keadaan ini dapat disebabkan karena ada sesuatu yang menarik putting susu ke arah dalam, misalnya tumor atau penyempitan saluran susu. Kelainan ini seharusnya sudah diketahui sejak dini, paling tidak pada saat kehamilan, sehingga dapat diusahakan perbaikannya.
Bila dijumpai putting susu terbenam, diusahakan dengan cara :
- lakukan gerakan Hoffman, yaitu dengan meletakkan kedua jari telunjuk atau ibu jari di daerah areola, kemudian dilakukan pengurutan menuju ke arah yang berlawanan (walaupun hasilnya kadang-kadang kurang memuaskan).
- dapat menggunakan pompa putting susu atau jarum suntik 10 ml yang telah dimodifikasi, setiap hari, untuk mencoba menghisap supaya putting susu menonjol keluar. Namun harus dihindari rasa bosan atau lelah sewaktu mencoba mengeluarkan putting, karena rasa bosan dan marah justru akan menyebabkan produksi ASI berkurang. Karena itu harus dipertimbangkan benar, berapa lama ibu mencoba dengan cara seperti ini.

Putting susu tidak lentur
Putting susu yang tidak lentur akan menyulitkan bayi untuk menyusu. Meskipun demikian, putting susu yang tidak lentur pada awal kehamilan seringkali akan menjadi lentur (normal) pada saat menjelang atau saat persalinan, sehingga tidakmemerlukan tindakan khusus. Namun sebaiknya tetap dilakukan latihan seperti cara mengatasi putting susu yang terbenam.

2. Masalah menyusui pada masa pascapersalinan dini

Putting susu lecet
Putting susu lecet dapat disebabkan trauma pada putting susu, selain itu dapat juga terjadi retak dan pembentukan celah-celah. Retakan pada putting susu bisa sembuh sendiri dalam waktu 48 jam. Bila dijumpai lecet atau jenis trauma lain pada putting susu, dikerjakan :
- kalau rasa nyeri dan luka lecet tidak terlalu berat, ibu bisa terus menyusui bayi.
- putting susu diolesi ASI dan biarkan mengering dengan sendirinya, jangan menggunakan BH yang terlalu ketat.
- apabila terdapat rasa nyeri hebat, atau luka makin berat, putting susu yang sakit diistirahatkan sampai memungkinkan untuk kembali menyusui bayi pada putting susu yang sakit tersebut. Biasanya masa istirahat ini tidak lama, sekitar 24 jam.
- selama putting susu yang bersangkutan diistirahatkan, ASI dikeluarkan oleh ibu dengan tangan. Sebaiknya jangan menggunakan pompa, karena menambah rasa nyeri dan membuat luka bertambah parah.
Untuk menghindari terjadinya putting susu nyeri atau lecet, perhatikan beberapa hal di bawah ini :
- setiap kali hendak menyusui dan sesudah menyusui, putting susu diolesi dengan ASI.
- jangan membersihkan putting susu dengan sabun, alkohol, krim, dan obat-obatan yang dapat merangsang kulit / putting susu.
- lepaskan hisapan bayi dengan cara yang benar, yaitu dengan menekan dagu bayi atau memasukkan jari kelingking ibu yang bersih ke dalam mulut bayi.

Payudara bengkak
Kadang-kadang payudara terasa membengkak atau penuh. Hal ini terjadi karena edema ringan oleh hambatan vena atau saluran limfe akibat ASI yang menumpuk di dalam payudara. Kejadian seperti ini jarang terjadi kalau pemberian ASI sesuai dengan kemauan bayi. Faktor-faktor lain yang menyebabkan payudara bengkak adalah : bayi tidak menyusu dengan kuat, posisi bayi pada payudara salah sehingga proses menyusui tidak benar, serta terdapat putting susu yang datar atau terbenam.
Jika terdapat hal-hal seperti ini, dapat dilakukan :
- bayi disusui, sehingga mengurangi rasa membengkak.
- setiap kali menyusui payudara harus sampai kosong.
- gunakan BH yang dapat menopang dengan nyaman.
- kompres dingin dapat mengurangi rasa tidak enak.
- rasa nyeri dapat juga dikurangi dengan obat analgesik.
- ASI dapat diperas sedikit dengan tangan, frekuensi pengeluaran harus lebih sering.
- beritahu ibu bahwa dalam waktu 1-2 hari keluhan akan reda.

Saluran susu tersumbat
Saluran susu tersumbat (obstructed duct) adalah keadaan di mana terjadi sumbatan pada satu atau lebih saluran susu / duktus laktiferus yang dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya tekanan jari pada payudara waktu menyusui, pemakaian BH yang terlalu ketat, dan komplikasi payudara bengkak yang berlanjut yang menyebabkan terjadinya sumbatan. Pada ibu yang kurus, sumbatan ini tampak sebagai benjolan yang teraba lunak. Sumbatan saluran susu dapat dicegah dengan cara melakukan :
- perawatan payudara pasca persalinan secara teratur.
- memakai BH yang menopang dan tidak terlalu ketat.
- mengeluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila setelah menyusui payudara masih terasa penuh.
Bila ibu merasa nyeri, dapat dikompres dengan air hangat dan dingin, yaitu kompres hangat sebelum menyusui supaya bayi lebih mudah mengisap putting susu, dan kompres dingin setelah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri dan pembengkakan. Sumbatan saluran susu dapat berlanjut menjadi mastitis, karena itu perlu dirawat dengan baik.

Mastitis dan abses payudara
Mastitis adalah peradangan pada payudara. Bagian yang terkena menjadi merah, bengkak, nyeri dan panas. Temperatur badan ibu meninggi, kadang disertai menggigil. Kejadian ini biasanya terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan, akibat lanjutan dari sumbatan saluran susu.
Bila mastitis berlanjut, dapat terjadi abses payudara. Ibu tampak sakit lebih parah, payudara lebih merah dan mengkilap, benjolan tidak lagi sekeras pada mastitis, tetapi mengandung cairan (pus).
Cara mengatasi mastitis :
- dokter memberikan pengobatan antibiotika dan simptomatik terhadap nyeri
- kompres hangat
- ibu cukup istirahat dan banyak minum
- sebelum terbentuk abses, menyusui harus terus diteruskan, dimulai dari bagian yang sakit. Jika sudah terjadi abses, payudara yang sakit tidak boleh disusukan, mungkin perlu juga tindakan bedah. Tapi payudara yang sehat harus tetap digunakan menyusui, dengan perawatan dan kebersihan yang sebaik mungkin.
Tindakan yang harus segera dilakukan pada abses payudara adalah :
- merujuk ibu ke dokter bedah untuk dilakukan insisi dan drainase pus
- pemberian antibiotik dosis tinggi serta simptomatik analgesik/antipiretik
- ibu harus cukup beristirahat
- bayi dihentikan menyusu pada payudara yang sakit, sementara pada payudara yang sehat diteruskan.

3. Masalah menyusui pada masa pascapersalinan lanjut

Sindrom ASI kurang
Sindrom ASI kurang adalah keadaan di mana ibu merasa bahwa ASI-nya kurang, dengan berbagai alasan yang menurut ibu merupakan tanda tersebut, misalnya :
- payudara kecil, padahal ukuran payudara tidak menggambarkan kemampuan ibu untuk memproduksi ASI. Ukuran payudara berhubungan dengan beberapa faktor, misalnya faktor hormonal (estrogen dan progesteron), keadaan gizi, dan faktor keturunan. Hormon estrogen akan menyebabkan pertumbuhan saluran susu dan penimbunan lemak, sedangkan hormon progesteron memacu pertumbuhan kelenjar susu. Masukan makanan yang berlebihan terutama energi akan ditimbun sebagai lemak, sehingga payudara akan bertambah besar, sebaliknya penurunan masukan energi, misalnya karena penyakit, akan menyebabkan berkurangnya timbunan lemak termasuk di payudara, sehingga ukuran payudara berkurang. Seberapapun ukuran payudara seorang wanita, tetap dianggap normal, kecuali jika ada kelainan tertentu misalnya tumor. Ukuran payudara ideal sangat dipengaruhi faktor lingkungan atau penilaian masyarakat setempat.
- ASI yang tampak berubah kekentalannya, misalnya lebih encer, disangka telah berkurang, padahal kekentalan ASI bisa saja berubah-ubah.
- payudara tampak mengecil, lembek atau tidak penuh / merembes lagi, padahal ini suatu tanda bahwa produksi ASI telah sesuai dengan keperluan bayi.
- bayi sering menangis disangka kekurangan ASI, padahal bayi menangis bisa karena berbagai penyebab.
- bayi lebih sering minta diteteki, kecuali karena ASI memang lebih mudah dicerna, juga bayi memang memerlukan ASI yang cukup untuk tumbuh kembang, dan yang penting : masalah menyusui bukan hanya memberi makan bayi, tetapi karena bayi juga memerlukan belaian, kehangatan dan kasih sayang.
- bayi minta disusui pada malam hari, hal ini memang penting, karena bayi memerlukan dekapan dan ASI pada malam hari, selain itu menyusui pada malam hari akan memperbanyak produksi ASI dan mengurangi kemungkinan sumbatan payudara.
- bayi lebih cepat selesai menyusu dibanding sebelumnya, hal ini karena bayi telah lebih terbiasa menyusu.
Jika ada keluhan-keluhan semacam ini, cobalah mengadakan evaluasi dan pendekatan psikologis seperti tersebut di atas, serta coba dievaluasi juga hal-hal berikut : 1) ibu jangan merokok, karena merokok mengurangi produksi ASI, 2) kalau ibu menggunakan pil KB, cobalah berkonsultasi dengan dokter, 3) jangan menggunakan alat bantu putting susu, karena akan membingungkan dan melelahkan bayi, serta mengurangi produksi ASI, 4) teruskan menyusui dengan sabar dan sesering mungkin, karena akan memperbanyak produksi ASI, 5) cobalah menyusui dengan payudara pertama selama kurang lebih 10 menit, kemudian payudara kedua selama kurang lebih 20 menit, karena saat awal bayi lebh kuat menyusu, 6) menyusui dimulai dari payudara yang terakhir disusukan secara berganti-ganti, 7) jangan memberikan susu buatan, karena akan membingungkan bayi, ibu harus banyak beristirahat, 9) ibu harus lebih banyak minum, 10) perhatikan kecukupan gizi makanan, 11) ibu harus tenang, santai, jangan tegang / stress, karena ketegangan dan kecemasan akan mengurangi produksi ASI, 12) ibu harus menyusui dalam suasana yang nyaman.

Bingung putting
Bingung putting (”nipple confusion”) adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susu formula dalam botol berganti-ganti dengan menyusu ibu. Peristiwa ini terjadi karena proses menyusu pada putting ibu berbeda dengan menyusu pada botol. Menyusu pada putting memerlukan kerja otot-otot pipi, gusi, langit-langit dan lidah, sebaliknya menyusu pada botol akan membuat bayi pasif menerima susu karena dot sudah berlubang di ujungnya.
Tanda-tanda bayi bingung putting adalah :
- bayi mengisap putting seperti mengisap dot, lemah, terputus-putus, sebentar
- atau dapat juga bayi menolak menyusu
Karena itu, untuk menghindari bayi bingung putting, perlu dilakukan :
- jangan menggunakan susu formula tanpa indikasi yang sangat kuat.
- kalau terpaksa harus memberikan susu formula, berikan dengan sendok atau pipet, jangan sekali-kali menggunakan botol atau kempengan.

Bayi sering menangis
Menangis adalah cara bayi berkomunikasi dengan dunia di sekitarnya. Karena itu bila bayi sering menangis, perlu dicari sebabnya, yaitu dengan :
- perhatikan, mengapa bayi menangis, apakah karena laktasi belum berjalan dengan baik, atau karena sebab lain, seperti ngompol, sakit, merasa jemu, ingin digendong atau disayang ibu.
- keadaan-keadaan itu merupakan hal yang biasa, ibu tidak perlu cemas, karena kecemasan ibu dapat mengganggu proses laktasi karena produksi ASI berkurang.
- cobalah mengatasi dengan memeriksa pakaian bayi, mungkin perlu diganti karena basah, coba mengganti posisi bayi menjadi tengkurap, atau bayi digendong dan dibelai.
- mungkin bayi belum puas menyusu karena posisi bayi tidak benar waktu menyusu, akibatnya ASI tidak keluar dengan baik.
- Bayi menangis mempunyai maksud menarik orang lain (terutama ibunya) karena sesuatu hal : lapar, ingin digendong dan sebagainya. Oleh sebab itu jangan membiarkan bayi menangis terlalu lama. Bayi akan menjadi lelah, menyusu tidak sempurna, dan jika ibu cemas atau kesal, produksi ASI juga akan terganggu. Jika bayi menangis, ibu harus segera memeriksa keadaan bayi. Secara psikologis ini penting, karena bayi akan mempunyai kesan bahwa ibunya memperhatikannya.

Bayi tidak cukup kenaikan berat badannya
ASI adalah makanan pokok bayi sampai usia 4-6 bulan. Karena itu bayi usia 4-6 bulan yang hanya mendapat ASI saja perlu dipantau berat badannya paling tidak sebulan sekali. Bila ASI cukup, berat badan anak akan bertambah (anak tumbuh) dengan baik. Untuk memantau kecukupan ASI dengan memantau berat badan, dapat digunakan Kartu Menuju Sehat untuk anak. Untuk mencegah berat badan yang tidak cukup naik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
- perhatikan apakah bayi termasuk bayi yang menyusu lama, atau cepat.
- ibu jangan segera menghentikan memberi ASI hanya karena merasa bayi sudah cukup lama menyusu, karena sebenarnya mungkin bayi masih mau terus menyusu.
- setelah bayi menyusu dan kemudian berhenti atau tidur, cobalah menyusukan kembali dengan menidurkan bayi telentang, gosok pelan perutnya atau gerakkan kaki atau tangannya, seringkali bayi akan bangun kembali dan menyusu lagi.
- perhatikan teknik menyusui ibu, apakah sudah benar, bila masih salah harus diperbaiki.
Bila berat badan anak tidak naik, konsultasikan ke dokter / dokter spesialis anak untuk mendapatkan saran selanjutnya.

Ibu bekerja
Sekarang banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian menghentikan menyusui dengan alasan pekerjaan. Sebenarnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk ibu yang bekerja, sebagai berikut :
- sebelum berangkat kerja, susuilah bayi.
- ASI yang berlebihan dapat diperas atau dipompa, kemudian disimpan di lemari pendingin untuk diberikan pada bayi saat ibu bekerja.
- selama ibu bekerja, ASI dapat diperas atau dipompa dan disimpan di lemari pendingin di tempat kerja, atau diantar pulang.
- beberapa kantor atau instansi ada yang menyediakan tempat penitipan bayi dan anak. Ibu dapat memanfaatkannya untuk kelestarian menyusui.
- setelah ibu di rumah, perbanyak menyusui, termasuk pada malam hari.
- kalau anak sudah mendapatkan makanan pendamping ASI, saat ibu tidak ada di rumah dapat dimanfaatkan untuk memberikan makanan pendamping, sehingga kemungkinan menggunakan susu formula lebih kecil.
- perawat bayi dapat membawa bayi ke tempat ibu bekerja bila memungkinkan
- hendaknya ibu banyak beristirahat, minum cukup, makan gizi cukup, untuk menambah produksi ASI.
Petugas rumah sakit yang menitipkan anaknya di tempat penitipan tidak perlu kuatir menyusui bayinya, dengan alasan takut menularkan penyakit pada anaknya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
- tidak semua penyakit ditularkan melalui kontak langsung
- ibu yang sakit pun tetap dianjurkan untuk menyusui bayinya, apalagi ibu yang masih sehat dan bekerja sebagai petugas kesehatan.
- seharusnya ibu yang bekerja di bidang kesehatan mengerti tentang kebersihan diri setelah merawat pasien, untuk pencegahan infeksi / penularan.

4. Masalah menyusui pada keadaan khusus

Ibu melahirkan dengan sectio cesarea
Pada beberapa keadaaan persalinan diperlukan tindakan sectio cesarea. Persalinan dengan cara ini dapat menimbulkan masalah menyusui, baik terhadap ibu maupun bayi.
Ibu pasca sectio cesarea dengan anestesia umum tidak mungkin segera dapat menyusui bayinya, karena ibu belum sadar akibat pembiusan. Bila keadaan ibu mulai membaik / sadar, penyusuan dini dapat segera dimulai dengan bantuan tenaga perawat.
Bayi pun mengalami akibat yang serupa dengan ibu apabilatindakan tersebut menggunakan pembiusan umum, karena pembiusan yang diterima ibu dapat sampai ke bayi melalui plasenta, sehingga bayi yang masih lemah akibat pembiusan juga akan mendapat tambahan narkose yang terkandung dalam ASI, sementara ibu masih belum sadar. Jika ibu dan anak sudah sadar dan keadaan umumnya baik, dapat dilakukan perawatan gabung.
Posisi menyusui yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
- ibu dapat dalam posisi berbaring miring dengan bahu dan kepala yang ditopang bantal, sementara bayi disusukan dengan kakinya ke arah ibu.
- apabila ibu dapat duduk, bayi dapat ditidurkan di bantal di atas pangkuan ibu dengan posisi kaki bayi mengarah ke belakang ibu di bawah lengan ibu.
- dengan posisi memegang bola (”football position”) yaitu ibu telentang, bayi berada di ketiak ibu dengan kaki ke arah atas dan tangan ibu memegang kepala bayi.

Ibu sakit
Pada umumnya ibu sakit bukanlah alasan untuk menghentikan menyusui, karena bayi telah dihadapkan pada penyakit ibu sebelum gejala timbul dan dirasakan oleh ibu. Kecuali itu ASI justru akan melindungi bayi dari penyakit.
Ibu memerlukan bantuan orang lain untuk mengurus bayi dan keperluan rumah tangga, karena ibu juga memerlukan istirahat yang lebih banyak.
Sebaiknya ibu mengatakan pada dokter yang mengobati penyakitnya, bahwa ibu sedang menyusui, karena banyak obat yang bisa terkandung dalam ASI dan dapat mempengaruhi bayi.

Ibu menderita penyakit Hepatitis (HBsAg+) atau AIDS (HIV+)
Ibu yang menderita hepatitis atau AIDS tidak diperkenankan menyusui bayinya, karena dapat menularkan virus kepada bayinya melalui ASI.
AIDS pada anak muncul bersama-sama seperti AIDS pada orang dewasa. Pada orang dewasa, penularan HIV umumnya melalui 3 cara, yaitu hubungan seksual dengan penderita, penularan parenteral seperti transfusi darah, jarum suntik yang dipakai bersama penderita, serta perinatal dari ibu yang menderita kepada bayinya.
Pada anak, AIDS mempunyai hubungan spesifik dengan faktor-faktor risiko tertentu misalnya ibu yang kecanduan obat dan sering menggunakan suntikan, anak yang mendapat transfusi dari donor penderita, dan sebagainya. Apakah menyusui merupakan faktor risiko penularan AIDS pada anak masih merupakan hal kontroversial.
Dugaan peranan menyusui sebagai faktor risiko penularan AIDS pada bayi dan anak dimulai dari adanya laporan dari berbagai negara tentang ibu yang mendapat transfusi yang mengandung HIV pascapersalinan. Ternyata kemudian ditemukan bayi ibu tersebut terinfeksi juga oleh HIV. Bahkan ada laporan juga bahwa HIV dapat diisolasi dari ASI.
Meskipun demikian ada yang tidak sependapat terhadap pandangan ASI sebagai media penularan HIV. Masalahnya adalah pada laporan tersebut belum dapat dibuktikan bahwa ASI adalah memang satu-satunya kemungkinan penularan pada bayi atau anak tersebut. Juga ada laporan yang menyebutkan bahwa meskipun seorang ibu positif HIV, anaknya tidak. Pendapat ini didukung data epidemiologi, yaitu bahwa angka penularan perinatal yang dikumpulkan dari seluruh dunia sebesar 25-50%.
Masalahnya adalah apakah ibu dengan HIV positif akan tetap diperbolehkan menyusui bayinya. Adanya dugaan bahwa kemungkinan virus AIDS dapat ditularkan melalui ASI menyebabkan Centers for Disease Control (Amerika Serikat) melarang ibu yang terinfeksi HIV untuk menyusui bayinya, sebaliknya World Health Organization (WHO) memperbolehkan. Pandangan berbeda kedua lembaga ini disebabkan latar belakang yang berbeda. Di kebanyakan bagian dunia, ASI mempunyai peranan yang sangat penting karena mengandung zat gizi yang baik, mengandung zat antiinfeksi / kekebalan, serta ekonomis. Hal ini menjadi dasar kebijakan WHO. Sebaliknya di negara maju, biaya dan keberadaan susu formula memberikan alternatif untuk dapat lebih mempertimbangkan masalah keselamatan dan pencegahan penularan. Meskipun demikian, ada juga pandangan yang memperbolehkan ibu tetap menyusui bayinya, yaitu bila penularan sudah terjadi saat persalinan atau bahkan in-utero, justru menyusui itu akan melindungi bayi dari infeksi lain yang menyertai AIDS. Pendapat lain yang meninjau dari segi praktis, bahwa jika larangan menyusui hanya ditujukan pada ibu yang benar-benar positif terinfeksi, maka tidak akan banyak mempengaruhi angka menyusui, tetapi sulit dapat dipastikan pada semua golongan ibu bahwa seorang ibu benar-benar terinfeksi, akibatnya larangan menyusui juga akan ditujukan kepada ibu-ibu yang termasuk kelompok risiko padahal belum tentu terinfeksi, sehingga menjadi berlebihan. Kontroversi ini menjadi dasar sikap untuk sementara melarang ibu yang terinfeksi HIV menyusui bayinya, sampai diperoleh pandangan yang sepaham tentang hal ini.
Untuk penyakit hepatitis B, dasar pertimbangan yang dipakai serupa dengan pada penyakit AIDS. HBsAg ditemukan juga dalam ASI, tetapi belum pernah dilaporkan adanya penularan melalui ASI. Kolostrum dari ibu yang terinfeksi juga tidak mengandung virus hepatitis B. Penelitian yang dikerjakan pada pengidap virus hepatitis B, ternyata kadar HBsAg darah pada anak-anaknya tidak berbeda bermakna dibandingkan pada anak-anak dari ibu yang tidak mengandung HBsAg. Kecuali itu, dalam ASI terdapat zat protektif terutama limfosit yang menghasilkan IgA dan interferon yang dapat membunuh virus hepatitis B.

Bayi kembar
Ibu bayi kembar harus diyakinkan bahwa ia akan sanggup menyusui bayi-bayinya. Mula-mula ibu dapat menyusui seorang demi seorang, tetapi sebenarnya ibu dapat menyusui sekaligus berdua. Salah satu posisi yang mudah untuk menyusui ialah dengan posisi memegang bola (”football position”).
Jika ibu menyusui bersama-sama, bayi haruslah menyusu pada payudara secara berganti-ganti, jangan hanya menetap pada satu payudara saja. Alasannya ialah, kecuali memberikan variasi kepada bayi, juga kemampuan menyusu masing-masing bayi mungkin berbeda, sehingga harus dicapai perangsangan putting yang optimal.
Meskipun football position merupakan cara yang baik, ibu sebaiknya mencoba posisi lain secara berganti-ganti. Susuilah bayi secara lebih sering, selama waktu yang diinginkan masing-masing bayi, umumnya 15-30 menit setiap kali menyusui.
Kalau salah seorang bayi harus dirawat di rumah sakit, susukanlah bayi yang di rumah pada satu payudara, kemudian ASI diperas dari payudara lainnya untuk bayi yang dirawat itu.
Ibu sebaiknya mempunyai pembantu, agar tidak lelah.

Bayi prematur dan bayi berat lahir rendah
Bayi berat lahir rendah dan prematur mempunyai masalah menyusui karena refleks mengisapnya masih lemah, karena itu susuilah bayi lebih sering, meski waktu menyusunya tidak lama. Mula-mula sentuhlah langit-langit bayi dengan jari ibu yang bersih untuk merangsang mengisap.
Jika bayi dirawat di rumah sakit, seringlah ibu mengunjungi, melihat, mengusap bayi dengan kasih sayang, jika mungkin susukan juga secara langsung, atau ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa kemudian diberikan menggunakan sendok atau cangkir.

Bayi sumbing
Pendapat yang mengatakan bahwa bayi sumbing tidak dapat menyusu tidaklah benar. Bilamana bayi mengalami sumbing pada palatum molle, bayi dapat menyusu tanpa kesulitan dengan posisi khusus. Demikian pula bila bayi menderita sumbing pada bibir. Keadaan yang sulit adalah bila sumbing terjadi pada bibir, langit-langit keras dan lunak (palatum durum dan palatum molle) sehingga bayi sulit menyusu dengan baik.
Ibu harus tetap mencoba menyusui bayinya, karena bayi masih mungkin bisa menyusu dengan kelainan seperti ini. Keuntungan khusus untuk keadaan ini ialah, bahwa menyusu melatih kekuatan otot rahang dan lidah, sehingga membantu perkembangan bicara. Kecuali itu menyusu mengurangi kemungkinan terjadinya otitis media, yang umumnya mudah terjadi pada bayi dengan palatoskisis.
Posisi menyusui yang dianjurkan pada bayi sumbing adalah :
- posisi bayi duduk
- pegang putting susu dan areola selagi menyusui, untuk membantu bayi mendapat ASI yang cukup.
- ibu jari ibu dapat dipakai sebagai penyumbat celah pada bibir bayi
- bila bayi menderita sumbing pada bibir dan langit-langit (labiopalatoskisis), ASI dikeluarkan dengan manual / pompa, kemudian diberikan dengan sendok / pipet, atau botol dengan dot yang panjang sehingga ASI dapat masuk dengan sempurna.
Dengan cara ini bayi akan belajar mengisap dan menelah ASI, menyesuaikan dengan irama pernapasannya.

Bayi sakit
Bayi yang sakit mungkin tidak diperbolehkan mendapatkan makanan per oral dengan indikasi khusus, tetapi pada umumnya bayi masih diperbolehkan mendapatkan ASI. Dengan demikian, ASI harus tetap diberikan. Bahkan pada penyakit tertentu seperti diare, pemberian ASI justru penting.
Bayi yang mendapat ASI jarang menderita mencret. Bayi normal buang air besar 6 kali sehari, lembek, hal itu bukanlah mencret. Tidak ada alasan sama sekali untuk menghentikan ASI karena telah terbukti bahwa ASI tidak merugikan bagi bayi yang mencret, justru memberikan banyak keuntungan.
Bayi yang mencret memerlukan cairan rehidrasi yang cukup, dan mungkin memerlukan tatalaksana khusus sesuai dengan keadaan anak. Telah dibuktikan, bahwa ASI dapat diterima dengan baik oleh anak yang muntah dan mencret. ASI mempunyai manfaat untuk anak dengan diare, karena :
- ASI dapat digunakan untuk mengganti cairan yang hilang.
- ASI mengandung zat-zat gizi yang berguna memenuhi kecukupan zat gizi selama diare yang dengan sendirinya diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan.
- ASI mengandung zat kekebalan terhadap kuman penyebab diare.
- ASI mengandung zat yang bermanfaat untuk pertumbuhan sel selaput lendir usus yang biasanya rusak akibat diare.
Anak menderita diare yang mendapat ASI, lamanya diare lebih pendek serta lebih ringan dibanding anak yang tidak mendapat ASI.
Kecuali diare, bayi seringkali menderita muntah. Muntah pada bayi dapat disebabkan berbagai hal. Tatalaksana khusus tergantung pada latar belakang penyebabnya. Menyusui bukanlah kontraindikasi untuk anak muntah, dan anak dengan muntah dapat menerima ASI dengan baik. Susuilah bayi dalam posisi duduk, sedikit-sedikit tetapi lebih sering. Buat bayi bersendawa seperti biasanya, tetapi jangan menggoyang-goyang badan bayi, karena dapat merangsang muntah kembali. Kalau ibu ingin menidurkan bayi, tidurkan dalam posisi tengkurap atau miring, karena posisi telentang memungkinkan bayi tersedak akibat muntah yang terjadi.

Bayi kuning / ikterik
Ikterus adalah manifestasi hiperbilirubinemia yang bisa dilihat, yaitu pada kulit dan sklera. Pada orang dewasa ikterus terjadi bila kadar bilirubin serum mencapai 2 mg/dl atau lebih, sementara pada bayi baru lahir ikterus jarang timbul sebelum kadar bilirubin serum mencapai 7 mg/dl.
Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, yang berasal dari hemoglobin, mioglobin, sitokrom, katalase dan triptofan pirolase. Sebagian besar berasal dari hemoglobin dalam eritrosit. Bayi baru lahir menghasilkan bilirubin kira-kira 8.5 mg/kgBB/hari, kira-kira 2 kali lipat produksi orang dewasa yang sekitar 3.6 mg/kgBB/hari. Perbedaan ini disebabkan jumlah eritrosit neonatus relatif per kgBB lebih banyak, umur eritrosit lebih pendek (2/3 umur eritrosit orang dewasa) dan produksi dari non-eritrosit juga lebih banyak.
Untuk membedakan ikterus neonatus fisiologis atau bukan, ada patokan dari Maisels (1981), yaitu bila ada salah satu faktor berikut berarti bukan suatu ikterus fisiologis :
- ikterus muncul pada 24 jam pertama.
- konsentrasi bilirubin serum total meningkat lebih dari 5 mg/dl per hari.
- konsentrasi bilirubin serum total lebih dari 12.9 mg/dl pada bayi cukup bulan dan di atas 15 mg/dl pada bayi prematur.
- konsentrasi bilirubin indirek serum di atas 1.5 - 2 mg/dl.
- ikterus berlangsung lebih dari 1 minggu pada bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi prematur.
Publikasi terakhir di negara Barat menunjukkan kecenderungan peningkatan frekuensi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI dibandingkan bayi yang mendapat susu buatan. Kadar bilirubin serum apda hari 3-4 di atas 12 mg/dl dilaporkan antara 11% sampai 26%. Pada kelompok bayi yang mendapat ASI dengan hiperbilirubinemia ini, kadar bilirubin direk, kadar Hb, jumlah retikulosit, hemogram, keseluruhannya dalam batas normal. Juga tidak ditemukan kelainan fisik maupun aktifitas bayi ataupun inkompatibilitas golongan darah.
Beberapa faktor penyebab dinyatakan berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada bayi mendapat ASI yaitu :
- aktifitas senyawa pregnane-3-a, 20-b-diol yang ditemukan dalam ASI.
- kadar lipoprotein lipase yang tinggi pada ASI bayi hiperbilirubinemia, diduga sebagai penghambat aktifitas konjugasi bilirubin.
- enzim glukoronil transferase diduga menghambat fungsi kandungan asam lemak rantai panjang non-ester dalam ASI
- keadaan kekurangan cairan maupun kalori pada bayi mendapat ASI pada hari-hari pertama setelah lahir diduga sebagai faktor penyebab hiperbilirubinemia.
- kandungan enzim b-glukoronidase dalam ASI, diduga memegang peranan dalam terjadinya hiperbilirubinemia. Enzim ini mengubah bilirubin indirek dalam intestinum menjadi bilirubin direk untuk diabsorpsi kembali.
Faktor-faktor dugaan penyebab ini ternyata belum dapat dibuktikan. Dapat disimpulkan bahwa laporan kecenderungan kenaikan frekuensi hiperbilirubinemia pada bayi mendapat ASI dengan frekuensi yang bervariasi dan faktor penyebab belum dapat diketahui dengan pasti.
Dalam masalah penanganan hiperbilirubinemia pada bayi yang cukup bulan yang mendapat ASI dengan kadar bilirubin total tinggi sedangkan klinis keadaan umum bayi normal, tidak diperlukan tindakan yang dapat mengganggu kelestarian menyusui. Protokol dapat lebih mendorong ibu untuk menyusui lebih sering tanpa memikirkan suplementasi atau penghentian laktasi. Penghentian pemberian ASI karena ketakutan kern-icterus tidak beralasan, karena akan memberi kesan bahwa ASI menyebabkan hiperbilirubinemia dan akan mempengaruhi keyakinan ibu dalam menyusui.
Ada tiga hal yang sering dipermasalahkan oleh petugas kesehatan atau ibu pada pemberian ASI bayi cukup bulan, yaitu penurunan berat badan, ikterus dan kenaikan suhu badan yang diduga karena dehidrasi. Berdasarkan penelitian tidak terdapat hubungan antara penurunan berat badan, ikterus dan kenaikan suhu badan bayi. Ketiga keadaan ini bukan merupakan suatu masalah pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI.

Jumat, 06 Februari 2009

Pengantar Ketua

Hari Gizi Nasional tahun 2009 dirayakan dengan tema ................... Left icon for register, right for access CSE, enjoy it and many blog there-Q

Tabel lengkap balita (.rar) | download |
Software Pengolah data antropometri berdasrkan Rujukan WHO 2005 | download

Baku Rujukan untuk Remaja | download |

Indeks Berat Badan menurut Umur ( BB/U )

  1. BB/U PR umur 0-13 Minggu Download | Rapid_01 | WHO | file560
  2. BB/U LK umur 0-13 minggu Download | Rapid_02 | WHO | fle560
  3. BB/U PR umur 0-5 Tahun Download | Rapid_03 | WHO | file560
  4. BB/U LK umur 0-5 Tahun Download | Rapid_04 | WHO | fiel560

Panjang Badan menurut Umur (PB/U)

  1. PB/U anak PR umur 0-13 Minggu Download | Rapid_05 | WHO | file560
  2. PB/U anak LK umur 0-13 Minggu Download | Rapid_06 | WHO | file560
  3. PB/U anak PR 0-2 Tahun Download | Rapid_07 | WHO | file560
  4. PB/U anak LK 0-2 Tahun Download | Rapid_08 | WHO | file560

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

  1. TB/U anak PR umur 2-5 Tahun Download | Rapid_09 | WHO | file560
  2. TB/U anak LK umur 2-5 Tahun Download | Rapid_10 | WHO | file560

Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB)

  1. BB/PB anak PR umur 0-2 Tahun Download | Rapid_11 | direct | direct
  2. BB/PB anak LK 0-2 Tahun Download | Rapid_12 | WHO | file560

Berat Badan menurut Tinggi Badan ( BB/TB )

  1. BB/TB anak PR umur 2-5 Tahun Download | Rapid_13 | WHO | file560
  2. BB/TB anak LK umur 2-5 Tahun Download | Rapid_14 | WHO | file560

Lingkaran Lengan Atas menurut Umur (LiLA/U)

  1. LiLA/U anak PR umur 3 bulan - 5 Tahun Download | Rapid_15 | WHO | file560
  2. LiLA/U anak LK umur 3 bulan - 5 Tahun Download | Rapid_16 | WHO | file560

Indeks Massa Tubuh (IMT/U)

  1. IMT anak PR umur 0-13 Minggu Download | Rapid_17 | WHO | file560
  2. IMT anak LK umur 0-13 Minggu Download | Rapid_18 | WHO | file560
  3. IMT anak PR umur 0-2 Tahun Download | Rapid_19 | WHO | file560
  4. IMT anak LK umur 0-2 Tahun Download | Rapid_20 | WHO | file560
  5. IMT anak PR umur 2-5 Tahun Download | Rapid_21 | WHO | file560
  6. IMT anak LK umur 2-5 Tahun Download | Rapid_22 | WHO | file560

Lingkar Kepala menurut Umur ( LiKA/U )

  1. LIKA anak PR umur 0-13 bulan Download | Rapid_23 | WHO | file560
  2. LIKA anak LK umur 0-13 bulan Download | Rapid_24 | WHO | file560
  3. LIKA anak PR umur 0-5 Tahun Download | Rapid_25 | media | WHO | file560
  4. LIKA anak LK umur 0-5 Tahun Download | Rapid_26 | WHO | file560

Triceps Skinfold menurut Umur (TSFA)

  1. TSFA anak PR umur 3 bulan - 5 Tahun Download | Rapid_27 | direct | file560
  2. TSFA anak LK umur 3 bulan - 5 Tahun Download | Rapid_28 | WHO | file560

Subscapular Skinfold menurut Umur (SSFA)

  1. SSFA anak PR umur 3 Bulan - 5 Tahun Download | Rapid_29 | WHO | file560
  2. SSFA anak LR umur 3 Bulan - 5 Tahun Download | Rapid_30 | WHO | file560

Standar Sntuk (REMAJA)

  1. BB/U - 5-10 tahun | WHO | file560
  2. Laki2 0-10 tahun | WHO | file560
  3. IMT 5-19 thn PR | WHO | file560
  4. IMT 5-19 Tahun LK | WHO | file560
  5. TB/U 5-19 thn PR | WHO | file560
  6. TB/U 5-19 thn LK | WHO | file560

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template